1. Riya
Yang dimaksud
riya adalah melakukan sebuah amal ibadah bukan karena Allah Ta’ala, atau
melakukan suatu amal ibadah karena Allah dan karena niat lain.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
pernah menjelaskan bahaya riya sebagaimana dalam sabdanya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ رَاءَى رَاءَى
اللَّهُ بِهِ
Dari
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan
perbuatan sum’ah (melakukan amalan supaya didengar orang lain), niscaya Allah
akan memperdengarkan (aib)nya, dan barangsiapa melakukan perbuatan riya’
(melakukan amalan supaya dilihat dan diketahui oleh orag lain), niscaya Allah
akan memperlihatkan (aib)nya”. (HR. Muslim, 4/2289).
وعن أبي سعيد الخدري -رضي
الله عنه- مرفوعاً : )) ألا أخبركم بما هو أخوف عليكم عندي من المسيح الدجال ؟ قالوا :
بلى ! قال : الشرك الخفي ، يقوم الرجل فيصلي فيزين صلاته لما يرى من نظر الرجل (( رواه ابن ماجه.
Dari Abu Sa’id al Khudri
Radiallahu ‘Anhu (hadits marfu’), Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang
lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia
berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu
seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang
memperhatikan shalatnya”. [HR Ibnu Majah, no. 4204. Hadits
ini hasan-Shahih at Targhib wat Tarhib, no. 30].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى
الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي
تَرَكْتُهُ وَشِرْكَه ) روى مسلم
Dari
Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda: Allah Ta’ala berfirman dalam hadis qudsi: “Aku adalah dzat yang
paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amal dengan
dicampuri perbuatan syirik kepada-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia dan amal
syiriknya (tidak Kuterima)”. (HR. Muslim).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ حَدَّثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ اللَّهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَنْزِلُ إِلَى الْعِبَادِ
لِيَقْضِيَ بَيْنَهُمْ وَكُلُّ أُمَّةٍ جَاثِيَةٌ فَأَوَّلُ مَنْ يَدْعُو بِهِ
رَجُلٌ جَمَعَ الْقُرْآنَ وَرَجُلٌ يَقْتَتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَرَجُلٌ
كَثِيرُ الْمَالِ فَيَقُولُ اللَّهُ لِلْقَارِئِ أَلَمْ أُعَلِّمْكَ مَا أَنْزَلْتُ
عَلَى رَسُولِي قَالَ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَمَاذَا عَمِلْتَ فِيمَا عُلِّمْتَ
قَالَ كُنْتُ أَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ فَيَقُولُ
اللَّهُ لَهُ كَذَبْتَ وَتَقُولُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ كَذَبْتَ وَيَقُولُ اللَّهُ
بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ إِنَّ فُلَانًا قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ وَيُؤْتَى
بِصَاحِبِ الْمَالِ فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ أَلَمْ أُوَسِّعْ عَلَيْكَ حَتَّى لَمْ
أَدَعْكَ تَحْتَاجُ إِلَى أَحَدٍ قَالَ بَلَى يَا رَبِّ قَالَ فَمَاذَا عَمِلْتَ
فِيمَا آتَيْتُكَ قَالَ كُنْتُ أَصِلُ الرَّحِمَ وَأَتَصَدَّقُ فَيَقُولُ اللَّهُ
لَهُ كَذَبْتَ وَتَقُولُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ كَذَبْتَ وَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى
بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ فُلَانٌ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ وَيُؤْتَى
بِالَّذِي قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ فِي مَاذَا قُتِلْتَ
فَيَقُولُ أُمِرْتُ بِالْجِهَادِ فِي سَبِيلِكَ فَقَاتَلْتُ حَتَّى قُتِلْتُ
فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ كَذَبْتَ وَتَقُولُ لَهُ الْمَلَائِكَةُ كَذَبْتَ
وَيَقُولُ اللَّهُ بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ فُلَانٌ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ
ثُمَّ ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رُكْبَتِي
فَقَالَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أُولَئِكَ الثَّلَاثَةُ أَوَّلُ خَلْقِ اللَّهِ
تُسَعَّرُ بِهِمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Abu Hurairah radhiallahu’anhu
berkata: Telah menceritakan kepadaku Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam,
bahwa Allah Tabaaraka wa Ta'ala pada hari kiamat akan turun kepada para hamba
untuk memutuskan di antara mereka dan masing-masing ummat berlutut. Orang
pertama yang dipanggil adalah orang hafal al-Qur`an, orang yang terbunuh di
jalan Allah dan orang yang banyak hartanya lalu Allah berkata kepada penghafal
al-Qur`an: Bukankah Aku mengajarimu sesuatu yang Aku turunkan pada rasul-Ku? Ia
menjawab: Benar, wahai Rabb. Allah bertanya: Apa yang kau amalkan dari ilmu
yang diajarkan padamu? Ia menjawab: Dengannya, dulu aku bangun shalat di malam
hari dan di siang hari. Allah berfirman padanya: Kau dusta. Para malaikat
berkata padanya: Kau dusta. Allah berfirman: Tapi kau ingin memperoleh pujian
bahwa si fulan ahli baca al-Qur`an dan memang telah kau peroleh pujian itu.
Setelah itu pemilik harta didatangkan lalu Allah bertanya kepadanya: Bukankah
Aku melapangkan rizkimu hingga Aku tidak membiarkanmu memerlukan kepada siapa
pun? Orang itu menjawab: Benar, wahai Rabb. Allah bertanya: Lalu apa yang kau
lakukan dengan apa yang Aku berikan padamu? Ia menjawab: Aku menyambung
silaturrahim dan bersedekah. Allah berfirman padanya: Kau dusta. para malaikat
berkata padanya: Kau dusta. Allah berfirman: Tapi kau ingin peroleh gelar bahwa
si fulan dermawan dan memang telah kau peroleh gelar itu. Kemudian orang yang
terbunuh di jalan Allah didatangkan, Allah bertanya kepadanya: Karena apa kau
terbunuh? Ia menjawab: Aku diperintahkan berjihad di jalan-Mu lalu aku
berperang hingga aku terbunuh. Allah berfirman padanya: Kau dusta. para
malaikat berkata padanya: Kau dusta. Allah berfirman: Tapi kau ingin peroleh gelar
si fulan pemberani dan memang telah kau peroleh gelar itu." Setelah itu
Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam menepuk lututku dan bersabda: "Hai
Abu Hurairah, ketiga orang itulah makhluk Allah pertama-tama yang neraka
dinyalakan karena mereka pada hari kiamat."
2.
Zhalim
Berbuat zhalim
atau aniaya terhadap orang lain, baik berkaitan masalah harta, jiwa maupun
kehormatan akan menjadikan pahala yang selama ini dikumpulkan akan hilang atau
habis karena berpindah kepada orang yang dulu dizhalimi di dunia dan belum
meminta maaf atau keikhlasannya.
Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda tentang orang yang bangkrut:
أَتَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ
قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ
الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ
وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا
وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا
مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ
أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Apakah kalian tahu siapa muflis (orang yang bangkrut)
itu?”
Para sahabat menjawab, ”Muflis (orang yang bangkrut) itu
adalah yang tidak mempunyai dirham maupun harta benda.”
Tetapi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Muflis (orang yang bangkrut) dari umatku ialah, orang yang datang pada hari
Kiamat membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat, namun (ketika di dunia) dia
telah mencaci dan (salah) menuduh orang lain, makan harta orang lain, menumpahkan
darah (membunuh) dan memukul orang lain (tanpa hak). Maka orang-orang (para
korban) itu akan diberi pahala dari kebaikan-kebaikannya. Jika telah habis
kebaikan-kebaikannya, maka dosa-dosa mereka (para korban) akan ditimpakan
kepadanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka” (HR. Muslim).
3. Bermaksiat Dikala Sendiri
Diantara amalan yang dapat
menghapus pahala seseorang adalah bermaksiat kepada Allah Ta’ala ketika
menyendiri. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Tsauban radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
لَأَعْلَمَنَّ
أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ
جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا
قَالَ ثَوْبَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لَا
نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ
وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ
وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا
“Sungguh saya
telah mengetahui bahwa ada suatu kaum dari ummatku yang datang pada hari
Kiamat dengan membawa kebaikan sebesar gunung Tihamah yang putih, lantas Allah
menjadikannya sia-sia tidak tersisa sedikitpun.”.
Tsauban
berkata, “Wahai Rasulullah, sebutkanlah ciri-ciri mereka kepada kami, dan
jelaskanlah tentang mereka kepada kami, supaya kami tidak menjadi seperti
mereka sementara kami tidak mengetahuinya.”
Beliau
bersabda, “Sesungguhnya mereka adalah saudara-saudara kalian dan dari golongan
kalian, mereka shalat malam sebagaimana kalian mengerjakannya, tetapi mereka
adalah kaum yang jika menyepi (tidak ada orang lain yang melihatnya) dengan
apa-apa yang di haramkan Allah, maka mereka terus (segera)
melanggarnya.” (HR Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al-Albani).
4. Mendahului Allah Ta’ala dalam hal memvonis
seseorang yang belum meninggal.
Di antara
perkara yang dapat mengurangi bahkan menghapus pahala amalan seseorang adalah
meremehkan seorang mukmin yang berdosa dengan mengatakan bahwa orang seperti
fulan tidak mungkin diampuni Allah azza wa jalla,
dengan menyebut individu orang tersebut. Hal itu adalah sebuah kelancangan,
dimana dia Mendahului Allah Ta’ala dalam hal memvonis seseorang yang belum
meninggal, padahal selama seseorang masih hidup masih ada kesempatan untuk
bertaubat dan Allah Ta’ala Maha Penerima Taubat hamba-hamba-Nya.
Dari Jundub bin Abdillah Al-Bajali, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bercerita:
أَنَّ
رَجُلًا قَالَ : وَاللَّهِ لَا يَغْفِرُ اللَّهُ لِفُلَانٍ. وَإِنَّ اللَّهَ
تَعَالَى قَالَ : مَنْ ذَا الَّذِي يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنْ لَا أَغْفِرَ
لِفُلَانٍ ؛ فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلَانٍ، وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ “. أَوْ
كَمَا قَالَ
“Pada suatu
ketika ada seseorang yang berkata; ‘Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni si fulan.’ Sementara Allah berfirman: ‘Siapa yang bersumpah dengan
kesombongannya atas nama-Ku bahwasanya Aku tidak akan mengampuni si fulan?
Ketahuilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni si fulan dan telah menghapus amal
perbuatanmu.” Kurang lebih begitulah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.”
Para ulama menjelaskan tidak boleh seseorang yang merasa shalih mengatakan kepada saudaranya dengan menyebutkan individu orang tersebut bahwa “Orang seperti fulan sudah pasti masuk neraka, orang seperti fulan sudah tidak mungkin masuk surga, orang seperti fulan tidak mungkin diampuni oleh Allah,” atau kalimat-kalimat yang semisal dengannya. Karena ucapan seperti ini mendahului keputusan Allah dan meremehkan seorang muslim, serta merasa diri sudah baik, karena hal ini dapat menyebabkan terhapusnya pahala amal.
5.
Ujub
Ujub
adalah merasa bahwa dirinya memiliki keistimewaan, bangga dan gembira terhadap
diri sendiri (sombong) karena apa yang telah dia ucapkan dan lakukan, baik itu
dalam hal kebaikkan dan keburukan.
Imam Ibnul Mubarak berkata:
أَنْ تَرَى أَنَّ عِنْدَكَ شَيْئاً لَيْسَ عِنْدَ غَيْرِكَ
“(Ujub
adalah) Engkau melihat bahwa dirimu memiliki sesuatu (keistimewaan) yang tidak
dimiliki orang lain”.
Terkadang
ketika seseorang beramal kebaikkan, dia akan melihat bahwa dirinya adalah orang
yang berjasa, yang telah memberikan sumbangsih yang besar terhadap orang lain,
sehingga dia merasa berhak untuk dipuji dan merasa kurang nyaman kalau tidak
ada yang berterima kasih kepadanya. Bahkan terkadang dia merasa bahwa
dirinya-lah orang yang paling mulia, hamba Allah yang terpilih, sehingga dia
merendahkan orang lain yang terlihat tidak bisa melakukan apa yang dia lakukan.
Maka, inilah penyakit hati kesombongan dan ujub.
Dari Sahabat Anas, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abdullah bin Abi
Aufa, dan Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhum, Bahwa Rosululloh Shallallohu ‘alaihi
wasallam bersabda :
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ
وَ ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ فَأَمَّا ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ وَ هَوًى
مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
و ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَةُ
اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى
وَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا
Ada tiga perkara yang membinasakan dan tiga perkara yang
menyelamatkan. Adapun tiga perkara yang membinasakan adalah: kebakhilan dan
kerakusan yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti, dan seseorang yang
membanggakan diri sendiri (ujub). Sedangkan tiga perkara yang menyelamatkan
adalah takut kepada Allâh di waktu sendirian dan dilihat orang banyak,
sederhana di waktu kekurangan dan kecukupan, dan (berkata/berbuat) adil di
waktu marah dan ridha.
Hadits ini dinilai sebagai hadits hasan oleh syaikh al-Albani di
dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahihah, no. 1802 karena banyak jalur
periwayatannya].
Para Ulama Takut Terhadap Ujub.
دَخَلَ الْمُزَنِي عَلَى الشَّافِعِي فِيْ مَرَضِ مَوْتِهِ فَقَالَ :
كَيْفَ أَصْبَحْتَ يَا أَبَا عَبْدِاللهِ ؟ قَالَ : أَصْبَحْتُ مِنَ الدُّنْيَا رَاحِلًا،
وَلِلْإِخْوَانِ مُفَارِقًا ، وَ لِسُوْءِ عَمَلِيْ مُلَاقِيًا ، وَ عَلَى اللهِ وَارِدًا
، وَ لَا أَدْرِيْ : أَ رُوْحِيْ تَصِيْرُ إِلَى الْجَنَّةِ فَأُهَنِّئُهَا أَوْ إِلَى
النَّارِ فَأُعَزِّيْهَا !!
“Suatu ketika imam
al-Muzani menjenguk gurunya imam Syafi’I ketika sakit diakhir hayatnya, maka
imam al-Muzani bertanya: “Bagaimana kondisimu wahai Abu Abdillah?”, maka imam
Syafi’I menjawab: “Keadaanku sekarang (sebentar lagi) akan meninggalkan dunia,
berpisah dengan kerabat, bertemu amal burukku, menghadap Allah, dan aku tidak
tahu, apakah ruhku akan ke surga sehingga aku bergembira atau ke neraka
sehingga aku berduka”. Lalu membaca sebuah syair:
إِلَيْكَ إِلَـهِ
الْخَلْـقِ أَرْفَـعُ رَغْبَتِيْ *** وَ إِنْ كُنْتُ يَا ذَا الْمَنِّ وَ الْجُوْدِ
مُجْرِمًا
kupersembahkan
kepadaMu harapanku wahai Tuhan
sekalipun aku seorang yang berdosa wahai Zat
yang Maha pemberi dan pemurah
وَ لَمَّا قَسَـا قَلْبِيْ وَ ضَـاقَتْ مَذَاهِبِيْ
*** جَعَلْتُ الرَّجَـا مِنِّيْ لِعَفْوِكَ سُلَّمَــا
tatkala
sesak dadaku dan sempit perjalanan hidupku
kujadikan
rayuanku sebagai jalan mengharap keampunanMu
تَعَاظَمَنِـيْ ذَنْبِـيْ فَلَمَّـا
قَرَّنْتُــهُ *** بِعَفْوِكَ رَبِّيْ كَانَ عَـفْوُكَ أَعْظَمَــا
Dosaku
sangatlah besar, namun ketika aku bandingkan dengan ampunanmu wahai tuhanku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar